Senin, 04 April 2011

Pendidikan Kimia FKIP dan PGSD Unila Raih Hibah “DIA Bermutu”

Pendidikan Kimia FKIP dan PGSD Unila Raih Hibah “DIA Bermutu”

UU No. 20/2003 tentang SISDIKNAS pasal 35 : Standar Nasional Pendidikan, pasal 60: Akreditasi Program dan Satuan Pendidikan. UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 11 ayat 2: Institusi penyelenggara pendidikan guru harus terakreditasi. PP No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Kualifikasi akademik guru minimal S-1/D-4.
Sejak tahun 2006 DITJEN DIKTI telah memberi izin penyelenggaraan program studi S-1 PGSD untuk beberapa institusi. Pentingnya kontribusi akreditasi program studi S-1 PGSD terhadap Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi (AIPT) dan (DIA) Dana Insetif Akreditasi .
- Tujuan pemberian DIA adalah untuk Memfasilitasi peningkatan skor kecukupan akreditasi program studi S-1 PGSD yang pada akhirnya menuju pada pencapaian status akreditasi
- Memfasilitasi proses pembelajaran internal dalam pencapaian skor kecukupan akreditasi Program Studi di LPTK

Dra. M. Setyorini, M.Si menjelaskan bahwa hibah ini untuk Program Studi Pendidikan Kimia, mendampingi Program Studi PGSD UNILA. Melalui implementasi program hibah ini, diharapkan PGSD yang belum terakreditasi, dapat terakreditasi; dan akreditasi di Program Studi Kimia yang sebelumnya B dapat meningkat menjadi A.
Kemudian, untuk fakultas, kurang lebih tiga tahun ke depan diharapkan ada penambahan secara kualitas dan kuantitas di akreditasi program studi. “Jika prodi-prodinya terakreditasi baik, otomatis institusinya akan terakreditasi baik juga,” kata dosen Pendidikan Kimia yang akrab disapa Ibu Rini ini.
DIA bermutu dilaksanakan melalui program-program yang bukan investasi, yaitu program-program aktivitas, seperti melalui lokakarya, pembuatan buku ajar, program ICT. Sementara itu, untuk meningkatkan kemampuan ICT dosen atau TA, perlu dilakukan pelatihan, mendatangkan pakar, pengadaan dosen magang, serta peningkatan sarana dan prasarana seperti alat-alat laboratorium dan buku-buku perpustakaan.
Program hibah ini berlangsung dalam jangka waktu 3 tahun. Pada tahun pertama setiap prodi membuat pemetaan untuk meningkatkan skor akreditasi. Kemudian, dalam 1 tahun dapat dilihat poin peningkatan tersebut melalui program yang telah dilaksanakan.
Misalnya, untuk tahun pertama, Prodi Kimia menyelenggarakan lokakarya Metodologi Pembelajaran pada 18--19 Oktober 2010 di Gedung Pascasarjana FKIP. Kegiatan tersebut mengundang pakar dari UPI, yakni Prof. Dr. Suryati Arifin M.Pd. Pesertanya yakni 17 guru SMA yang ada di Bandarlampung, mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia, dan para dosen. Kemudian, juga diselenggarakan Teknikal Asisten Metodologi Pembelajaran Dosen pada 20--23 Oktober 2010 di ruang seminar Gedung G FKIP. Sementara itu, program selanjutnya yakni akan diadakan penelitian bersama mahasiswa.

PROGRAM HIBAH DIA-BERMUTU Pendidikan Kimia

Lokakarya “Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran”

Prof. Dr. Mulyati Arifin M.Pd. sebagai pemateri dari Pascasarjana Pendidikan Kimia UPI menuturkan bahwa pada dua dasawarsa terakhir terjadi berbagai perubahan dalam masyarakat. Perkembangan sains, teknologi, khususnya perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat, membentuk masyarakat yang dinamis dan kompetitif. Masyarakat menuntut peningkatan mutu pendidikan untuk penyiapan sumber daya manusia yang mampu berkompetisi dalam masyarakat global.
Tuntutan masyarakat yang cenderung bersifat global ini memerlukan pengembangan program pendidikan dengan pembakuan mutu dengan standar yang bersifat global pula. Perubahan yang terjadi pada masyarakat pun memberikan dampak pada perubahan belajar dan cara berpikir siswa.
Berbagai upaya peningkatan proses pembelajaran bertujuan membekali peserta didik dengan kemampuan yang dibutuhkan jika mereka terjun ke masyarakat. Bekal itu akan berguna dalam jangkauan 5--10 tahun yang akan datang (15-20 tahun untuk siswa SMP/SD).
Dari peranan tersebut, guru harus bisa mengira-ngira. Sementara itu, pembelajaran saat ini seolah-olah hanya mengejar materi; tanpa menekankan pada apa yang diperlukan anak untuk hidup pada saat terjun ke masyarakat, Masyarakat selalu bersifat berubah (dinamis) dan hal tersebut harus diantisipasi sedini mungkin.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dari UPI untuk Jawa barat, ternyAta yang menjadi kendala adalah pergantian kurikulum. Kurikulum selalu berganti tapi pembelajaran selalu bersifat monoton. Perbaikan pun hampir tidak ada. Guru memahami kurikulum hanya sepotong-sepotong, terutama yang terlihat saat pergantian kurikulum. Sementara itu, materinya tetap sama saja, padahal yang mendorong untuk perubahan perbaikan adalah isi materi kurikulum secara keseluruhan.
Itu terjadi karena kurikulum tidak dibaca guru dengan cermat; tidak dipahami, di antaranya tentang visi dan misi, isi, pembelajarannya, dan hasil yang diharapkan.
Materi satu bagian dari pengembangan kuri kulum jika guru hanya melihat materi itu saja tentu saja tidak berubah karena selama ini materi yang diajarkan dari SD SMA yang diberikan guru itu adalah Basic konsep. basik konsep itu misal 2 + 2 = 4 tapi seharusnya cara pembelajarnnya yang berubah karna hasil belajarnya harus berubah.
Saat ini pembelajaran di Indonesia selalu memberikan siswa terbaik kemudian nomor satu, itu selalu diberikan kepada prestasi akademik terutama kognitif, padahal yang dibutuhkan anak-anak dan masyarakat itu adalah keseimbnagan antara kecerdasan intelektual, emosional dan social “sehingga orang yang pinter banget akan berhasil dimasyarakat,” terangnya.
Oleh sebab itu guru atau dosen harus didorong memberikan pelajaran kepada peserta didik sesuai dengan tuntutan masyarakat yang sekarang dan akan masih dapat digunaka pada masa yang akan datang. Untuk itu guru/dosen harus belajar terus supaya orang harus belajar terus, karena orang akan melakukan sesuatu tergantung pada dosen maka terutama informasi-informasi yang dosen dapatkan harus mendukung begitu juga lingkungan , dan pada kenyataaannya sekarang ini pendidikan yang dosen ajarkan tidak dirasakan langsung untuk memecahkan masalah, antara yang sekolah dengan masyarakat tidak sesuai dengan harapan.
Pembelajaran harus sifatnya kontekstual ikut memecahkan masalah yang terjadi di masyarakat. Pembelajaran konteks tual maksudnya belajar tentang masalah yang terkait kemudian masalahnya teridentifikasi lalu blajar disiplin akan lebih baik kemudian dia akan bisa sampai memecahkan masalah meskipun masalah kecil-kecilan. Misalnnya pembelajaran Kimia yaitu penghematan air, penghematan energy, penghematan kertas, dan sebagainya belum diajarkan, “jadi nggak harus memecahkan permasalahan yang sifatnya besar, tapi dimulai dari yang kecil-kecil dan dapat dirasakan masyarakat pada umumnya,”tegasnya.

Tanggapan Peserta
Seorang dosen MIPA yang akrab dipanggil Pak Washinton mengatakan bahwa acara tersebut sangat relevan dengan peningkatan kualitas pembelajaran yang menjadi cita-cita bersama, bukan hanya pengayaan tapi juga untuk menggugah untuk berkomitmen dan Tertarik dalam peningkatan kualitas pendidikan kimia.
Mendapatkan filosofi pembelajaran yang belum didapat secara divinisi selama ini. Mengharapkan partisipannya dapat ditingkatkan secra berkelanjutan, secara teori dan pemahaman bertambah tapi untuk implementasinya yang harus dipikirkan .(Bay/bud)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More