“Edukasi yang berbasis cinta. Education without love is nothing” tutur Dekan FKIP yang baru, Bapak Bujang Rahman yang dilantik 18 Agustus lalu.
Itulah harapan utama yang akan beliau wujudkan selama memimpin FKIP Unila kedepan. Dengan keyakinan menjadikan FKIP sebagai kampus beginner (pemula) untuk sesuatu yang baru, FKIP bisa menjadi LPTK terdepan di Indonesia serta dikenal dunia Internasional. Salah satu bukti awal adalah dengan mengembangkan pengajaran berbasis ICT yang telah dimulai sejak beberapa tahun silam, walaupun rencana pengembangan hal seperti ini baru saja diperbincangkan oleh para dekan se-Indonesia di Banjarmasin, November lalu.
Tentu saja hal ini tidak hanya diwujudkan dalam perkataan. “Saya tidak bisa bilang tanpa ada bukti”, imbuh pria penggemar Mario Teguh ini. Hal ini telah ditunjukkan oleh sederet prestasi yang telah diukir FKIP Unila, diantaranya: pemenang hibah PGSDB (untuk PGSD S1), hibah DIA (Dana Insentif Akreditasi) Bermutu sebagai penguatan kelembagaan S1 PGSD berkolaborasi dengan program studi Pendidikan Kimia, hibah Lesson Study, penyelenggara sertifikasi guru dalam jabatan dengan pringkat terbaik 7 tingkat nasional.
Beliau menuturkan bahwa langkah awal yang dilakukan melalui peningkatan kinerja dosen. Ia meyakini besarnya sebuah perguruan tinggi ditentukan oleh berapa banyak karya dosen. Dari dosen yang inovatif dapat diciptakan calon-calon guru yang profesional dan bermartabat. Selain itu, beliau juga akan memprioritaskan peningkatan pelayan kepada stakeholders kampus, terutama mahasiswa. Hal ini merupakan syarat penting dalam peningkatan mutu kampus mengingat keinginan mahasiswa yang dinamis dan tak pernah puas.
Harapan ini menuntut seluruh komponen kampus yang ada harus bekerja keras untuk mencapai apa yang tersirat di dalam motto FKIP Unila yang diusung oleh dekan yang baru ini, yaitu kampus FKIP Unila Inovatif dan Edukatif yang Religius. Secara filosofis, Inovatif berarti FKIP Unila harus selalu berinovasi dan menjadi referensi bagi LPTK lain se-Indonesia. Edukatif berarti mendidik dengan sepenuh hati serta Religius yang berarti berdasarkan keimanan dengan mengimplementasikan dan membumikan nilai-nilai keagaman di lingkungan kampus.
Optimis dengan visi dan misi yang diembannya, kepemimpinan pak Bujang yang baru beberapa bulan ini ternyata telah menghasilkan perubahan nyata, salah satunya adalah pemasangan CCTV yang dipantau secara langsung dari ruang kerja beliau. CCTV dipasang di 8 titik aktif yang menjadi pusat aktivitas mahasiswa, seperti di aula K. Harapannya, agar pemanfaatan fasilitas kampus dapat dikontrol secara efektif. Sebagai contoh, saat ada acara peringatan hari besar, perlombaan, kuliah umum, atau event lainnya, mahasiswa atau dosen tidak perlu lagi bersusah payah mencari tempat yang representatif. Apalagi aula K juga telah direnovasi dan memiliki fasilitas lengkap seperti LCD yang built in dan ruangan full AC.
Selain itu, pembangunan sumur bor baru di depan gedung E2 adalah satu cara beliau untuk meningkatkan fasilitas yang ada di FKIP. “Selama ini, mahasiswa selalu mengeluhkan jeleknya kualitas toilet, namun saya justru tidak terburu-buru merenovasi toiletnya, karena masalah utamanya adalah kurangnya persediaan air di FKIP Unila. Jika air sudah terpenuhi, maka toiletpun akan bersih. Menyelesaikan masalah juga harus dari akarnya!” tuturnya.
Perubahan lain yang dirasakan adalah memperluas sistem pelayanan akademik secara online yang memungkinkan mahasiswa mendapat kemudahan dalam menyelesaikan masalah administrasi akademik, sehingga mahasiswa dapat lebih berkonsentrasi dalam belajar.
”Menghidupkan kampus yang memotivasi” juga merupakan langkah menuju kampus terdepan. Dalam arti, kampus harus memotivasi setiap warganya agar berkarya. Suasana yang memotivasi dapat dimunculkan melalui gambar, ungkapan, bahkan dengan musik.
Adapula pembangunan kampus yang menonjolkan alam yang sesuai dengan landscape FKIP Unila. Beliau ingin menjadikan alam di seputar kampus sebagai model inspirasi karena kampus alam lebih baik dari kampus eksklusif. Apalagi manusia yag bersahabat dengan alam akan mampu menguasai dan memanfaatkan alam, bukan dimanfaatkan dan dikuasai alam. “Biarlah tinggal di gedung tua tetapi orang-orangnya terdidik dan berkualitas.” tegas beliau. Dalam bahasa lain beliau mengungkapkan, “No matter where we live, we have to think ahead”.
Untuk mewujudkan semua ini, lanjutnya, yang diperlukan adalah kedisiplinan, yaitu kedisiplinan yang bertanggung jawab dan penuh kesadaran. Kedisiplinan mahasiswa antara lain dapat dilihat dari kesadarannya sebagai calon pendidik. ”Hal ini dapat dicerminkan dari penggunaan pakaian. Contohnya, kalau PPL kan harus pakai rok. Jadi kalau tidak punya kesadaran profesi pasti akan tersiksa”, imbuhnya. Sedangkan kedisiplinan dosen dan pegawai dilihat dari pelayanan dan kerjasama yang diberikan untuk menciptakan suasana yang kondusif.
Semoga... (Int/Hes)
0 komentar:
Posting Komentar