Kamis, 14 April 2011

KREDIBILITAS UJIAN NASIONAL


KREDIBILITAS UJIAN NASIONAL
Oleh
Bujang Rahman
Dekan FKIP Universitas Lampung

Seorang anak berkata kepada ibunya: “Ibu, hati-hati kalau beli jeruk, karena sekarang banyak jeruk yang kulitnya berwarna kuning dan bersih, tapi ketika dikupas ternyata isinya kering, hampir tidak ada airnya, kalaupun ada sedikit sekali dan tidak manis, rasanya hambar.” Ibunya (sebut saja Ibu Ani) tertegun sejenak sembari berfikir, ..ternyata jeruk yang sering ia beli dengan harga yang mahal, namun rasanya tidak sesuai dengan harga dan rupanya.
Semua orang di negeri yang tercinta ini, mulai dari pejabat sampai pada rakyat, dari orang kaya sampai pada orang miskin, dari tokoh masyarakat sampai orang biasa, pasti tidak menginginkan hasil ujian nasioal (UN) seperti jeruk yang sering dibeli oleh “Ibu Ani”. Biaya mahal yang sudah dikeluarkan untuk proses pendidikan dan juga penyelenggaraan ujian nasional, namun hasilnya penuh dengan kepalsuan. Jangan sampai nilai UN yang diperoleh oleh anak tidak menggambarkan penguasaan kompetensi yang dimilikinya.
Ketika tahun-tahun awal pelaksanaan UN, ada seorang guru (sebut saja Pak Ali) pernah mengeluhkan: “Kasihan murid saya (sebut saja Aldi). Saya kenal betul dengan Aldi karena saya wali kelasnya. Aldi itu anak yang rajin dan cukup cerdas, nilai rapornya selalu di atas teman-temannya, sampai-sampai ia terpilih sebagai ketua OSIS. Tapi Aldi tidak lulus UN. Sementara, salah seorang murid saya yang lain, sering membolos, agak malas belajar, nilai raportnya selalu jelek, tapi ia lulus UN bahkan nilainya melebihi temannya yang lain.” Illustrasi ini sebenarnya merupakan fakta lapangan yang pernah menghiasi gegap gempitanya penyelenggaraan UN di negeri yang tercinta ini.
Melalui kedua ilustrasi di atas, ada dua pesan singkat yang hendak disampaikan kepada semua pihak, mulai dari pejabat pemerintah, pimpinan sekolah, guru dan para peserta UN yang menjadi gebanggan semua. Pertama, mari kita jaga kemurnian dan integritas pelaksanaan UN tahun ini, dengan cara menjauhkan diri dari semua perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kejujuran, obyektivitas, transparansi, dan filosofi pendidikan itu sendiri. Kualitas UN tidak hanya dilihat dari nilai yang diperoleh oleh siswa peserta UN, tapi yang terpenting apakah nilai UN itu benaar-benar membuktikan penguasaan kompetensi oleh anak didik. Kedua, UN adalah bentuk evaluasi sesaat yang cenderung mengabaikan evaluasi proses. Salah satu model evaluasi yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi adalah “on-going assesment” yang menekankan pada evaluasi terhadap keseluruhan proses pembelajaran yang dialami oleh siswa. Kebijakan kelulusan UN ditentukan oleh 60 % hasil UN dan 40 % Ujian Sekolah memberikan peluang kepada sekolah untuk melakukan “on-going assesment” dalam penentuan kelulusan siswa. Namun, harus dijaga, jangan sampai ujian sekolah tidak mengambarkan hasil proses pembelajaran yang sesungguhnya. Oleh karena, semua siswa, guru bahkan orang tua dengan kasat mata dapat mengetahui hal itu. Jika hal itu terjadi, tetap saja UN akan kehilangan kredibilitasnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More