Senin, 13 Juni 2011

PLPG DAN MINIMNYA PEMBINAAN GURU: Banyak guru tidak siap mengikuti PLPG


Oleh Bujang Rahman : Pendidikan dan Ltihan Profesi Guru (PLPG) sebagai bagian dari sertifikasi guru dalam jabatan tahun 2011 rayon 7 Universitas Lampung telah dimulai sejak tanggal 4 Juni 2011. Sebagaimana pernah diungkap pada tulisan sebelumnya, PLPG tahun 2011 berbasis kinerja guru, produknya berupa perangkat pembelajaran dan meningkatnya penguasaan guru terhadap substansi pembelajaran serta meningkatnya akterampilan dalam mengimplementasikan strategi dan metode pembelajaran secara efektif. Sesuai dengan nama kegiatannya ‘pendidikan dan latihan’ faktor yang paling menentukan keberhasilan PLPG adalah aktivitas guru itu sendiri.

Berdasarkan pengamatan di lokasi PLPG, secara fisik dan mental guru terlihat sangat siap. Artinya, komitmen dan motivasi guru untuk meningkatkan profesionalitasnya cukup tinggi. Hal ini antara lain dapat dilihat dari 1178 orang guru yang dipanggil untuk mengikuti PLPG tahap I hanya 16 orang (1,36 %) yanag tidak hadir, sebagian besar karena sakit, sudah meninggal dunia. Kehadiran mereka juga tepat waktu sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan oleh panitia. Demikian pula antusiasme dan semangat guru mengikuti semua kegiatan PLPG sangat tinggi. Tentu hal ini di satu sisi sanagat membanggakan. Namun, di sisi lain secara akademik kesiapan guru mengikuti PLPG masih sangat kurang. Bekal awal pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki guru sangat minim, meskipun diakui tidak terjadi pada semua guru. Ada sebagian guru yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan awal yang cukup baik, terutama dalam hal penyusunan perangkat pembelajaran. Akan tetapi, secara rata-rata masih sangat kurang. Minimnya bekal pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki para guru peserta PLPG menjadi salah satu faktor kendala dalam workshop. Di samping itu, kendala utama yang sanagat dirasakan adalah sebahagian besar guru-guru belum mengenal teknologi informasi terutama untuk kebutuhan penyusunan perangkat pembelajaran, apalagi untuk pembelajaran. Sesuai dengan panduan PLPG, peserta diwajibkan membawa laptop, kenyataannya tidak sampai 25 % guru yang membawa laptop. Padahal, peserta harus menyusun sendiri perangkat pembelajaran.
Kondisi riil di atas merupakan salah satu indikator masih sangat rendahnya profesionalitas guru. Dari sudut pandang lain, dapat dikemukakan di sini bahwa pembinaan guru yang dilakukan selama ini masih jauh dari harapan. Patut dipertimbangkan adanya suatu pemetaan mutu guru berdasarkan indikator kompetensi guru. Pemetaan itu dapat menggambarkan perbedaan tingkat kemampuan guru terutama dilihat dari keempat kompetensi guru, yaitu kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional/akademik, dan sosial. Sebagai contoh, indikator penguasaan kompetensi pedagogik anatara lain meliputi penyusunan perangkat pembelajaran, ketepatan pemilihan strategi dan metode pembelajaran, ketepataan memilih dan mengkreasi media pembelajaran, ketepatan menentukan dan menyusun assesmen pembelajaran. Berdasarkan hasil pemetaan tersebut dapat dicari strategi pembinaan yang tepat. Tentu saja, training/penataran bukan satu-satunya metode pembinaan yang dapat dilakukan untuk setiap indikator kompetensi.
Pada bagian akhir tulisan untuk edisi ini, perlu ditekankan kepada semua guru yang akan mengikuti PLPG agar membuka terlebih dahulu berbagai refernsi terutama berkaitan dengan penyusunan perangkat pembelajaran. Semakin baik modal awal berupa pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh guru sebelum PLPG, akan semakain memperlancar aktivitas yang harus dilakukana oleh guru selama mengikuti PLPG. Tentu saja, hasilnya akan lebih baik. Semoga.

4 komentar:

Dari 25% guru yang membawa laptop: berapa persen yang mampu menggungakannya? Dari yang mampu menggunakan, berapa persen yang dapat akses internet? Dari yang dapat ases internet, berapa persen yang dapat memanfaatkan untuk tujuan pembelajaran?
Bagaimana siswanya akan maju kalau gurunya saja buta IT.

Tidak sepenuhnya guru sebagai tenaga pendidik merupkan sumber kesalahan dari ketidak pahaman mereka terhadap IT, namun marilah kita tengok kepada hal yang lebih lebih mendalam lagi misalnya pimpinan atau kepala sekolah selaku atasan. Apakah sudan ada upaya maksimal terhadap hal ini?... misalnya memberikan kesempatan kepada anak buahnya untuk mengikuti pelatihan-pelatihan IT yang sering diselenggarakan oleh lembaga-lembaga terkait?, mempersiapkan pasilitas IT di sekolah atau paling tidak satu perangkat komputer di ruang guru?.
Sedikit berbagi cerita bagaimana guru-guru yang ada di kabupaten yang mengharuskan setiap gurunya harus mahir menggunakan LAPTOP. Dengan segala upaya dilakukan pelatihan dengan mendatangkan tenaga pendidik dari luar yang mahir menggunakan perangkat IT (luar biasa,...) tapi pada saat dan tempat yang lain dalam kategori daerah/wilayah kota madya yang saya temukan Wao...memprihatinkan...semua tidak aku temukan karena IT bagi mereka hanya bisa dinikmati oleh orang-orang tertentu? lalu BAGAIMANA? siapa yang salah dalam hal ini...anak buah atau siapa?...

menyedihkan....?? sebagian besar guru mengejar sertifikasi just money oriented.. bukan untuk meningkat kualitas KBM , menurut saya tidak/kurang/belum..ada peningkatan yg sigmifikan terhadap kualitas kinerja guru yang Telah Lulus Sertifikasi..bahkan bnyk sekali yg tdk menguasai sarana IT/boro-boro internet, juga masih bnyk yg bermalas-malasan bahkan kinerjanya masih jauh dibawah dgn guru2 yg blm bersertikasi. Pertanyaan saya di manakah Profesionalnya Mereka sehingga menyandang GURU BERSERTIKASI..?

ha.ha lucu ya .. apalagi itu yg masih dalam PLPG bahkan yang Sudah Lulus Sertikasi aja,, msh banyak yg gak tau mna yg Nama Mouse . ..? Keybord itu utk apa ..? gak percaya silahkan cek dilapangan... OH GURUku Oh INdonesiaku....

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More